Minggu, 27 Maret 2016

Laporan Pendahuluan Askep Multiple kolelitiasis



1.      Latar Belakang
      Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%). Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak.
      Menurut Ganesh et al dalam pengamatannya dari tahun januari 1999 sampai desember 2003 di  Kanchi kamakoti   Child trust hospital,  mendapatkan dari 13.675 anak yang mendapatkan pemeriksaan USG, 43 (0,3%) terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Semua ukuran batu sekitar kurang dari 5 mm, dan 56% batu merupakan batu soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan gejala asimptomatik dan hanya 2 anak dengan gejala (Gustawan, 2007). Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan.
      Batu empedu adalah timbunan Kristal didalam kandung empedu atau didalam saluran empedu. Batu yang ditemukan didalam kendung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu didalam saluran empedu disebut koledokolitiasis (Lesmana, dkk 2009).
      Kejadian batu empedu dinegara-negara industry antara 10-15%. Di Amerika Serikat, insiden kolelitiasis diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi (Healthy Lifestyle, 2008). Sedangkan penelitian di Jakarta pada 51pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27%pasien (FKUI/RSCM, 2009). Prevalensi tergantung usia, jenis kelamin, dan etnis. Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada wanita. Faktor resiko batu empedu memang dikenal dengan singkatan 4F, yakni Fatty (gemuk), Fourty (40 tahun), Fertile (subur), dan Female (wanita). Wanita lebih beresiko mengalami batu empedu karena pengaruh hormone estrogen. Meski wanita dan usia 40 tahun tercatat sebagai factor resiko batu empedu, itu ttidak berarti bahwa wanita dibawah usia 40 tahun dan pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes mellitus (DM), baik wanita maupun pria beresiko mengalami komplikasi batu empedu akibat kolesterol tinggi. Bahkan anak-anakpun bias mengalaminya terutama anak dengan kolesterol herediter.
      Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya batu empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu 1. Batu kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70%, 2. Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate sebagai komponen utama, dan 3. Batu pigmen hitam yang kaya akan resiko hitam terekstraksi.
      Ada tiga factor penting yang berperan penting dalam pathogenesis batu kolesterol: hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu, percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan gangguan motilitas kandung empedu dan usus. Sedangkan pathogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi dan factor diet. Kelebihan aktivitas glucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peran kunci dalam pathogenesis batu pigmen pada pasien di Negara timur.
      Walaupun batu dapat terjadi dimana saja dalam saluran empedu, namun batu kandung empedu ialah yang tersering didapat. Bila batu empedu ini tetap saja tinggal didalam kandung empedu, maka biasanya tidak menimbulkan gejala apapun. Gejala-gejala biasanya timbul bila batu ini keluar menuju deudenum melalui saluran empedu, karena dapat menyebabkan kolik empedu akibat iritasi, hidrops atau empyema akibat obstruksi duktus cysticus. Bila obstruksi terjadi pada duktus koledukus maka dapat terjadi kolangitis ascendens, ikterus dan kadang-kadang sirosis bilier.
      Jika batu empedu tidak menimbulkan gejala biasanya pasien tidak memerlukan pengobatan. Meski demikian, banyak juga kasus batu empedu yang membutuhkan tindakan operasi yang disebut cholecystectomy. Saat ini operasi sudah biasa dilakukan dengan laparaskopi atau bedah minimal. Karena hanya dengan sayatan kecil, proses pemulihannyapun lebih cepat. Bedah minimal hanya menimbulkan sedikit nyeri dan kalaupun terjadi komplikasi hanya ringan saja tidak seperti bedah terbuka. Ada pula kasus yang mengharuskan kandung empedu diangkat. Walaupun organ ini sudah dibuang, seseorang bias saja melanjutkan kehidupannya dengan normal dan tetap produktif karena sebetulnya kantong empedu hanya berfungsi sebagai tempat penampungan. Setelah menjalani pengangkatan kantong empedu, pasien sebaiknya memperhatikan pola makan yaitu dengan membatasi asupan makanan berlemak dan berminyak.
2.      Pengertian
      Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk dalam kantong empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu (Brunner & Suddarth, 2001).
      Kolelitiasis adalah batu empedu yang terletak pada saluran empedu yang disebabkan oleh faktor metabolik antara lain terdapat garam-garam empedu, pigmen empedu dan kolestrol, serta timbulnya peradangan pada kandung empedu ( Barbara, 1996 ).
      Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosforlipid (Price & Wilson, 2005).

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEil4D0nallV0NZOe8ukQT7QOBvtA1s-KXfOV4VqYCwYmmuqOglsKo0zLlOHwoMLQd37u9bAiecOkTOeIUl3oRzHUsY16rrFQ59CNCMc92i55-NWZyXX5ecpaxwJ8hjMmYn9w1aP_ZcQr7A/s1600/1.jpg

3.      Anatomi Fisiologi
a.       Anatomi Empedu
      Kandung empedu adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar. Kantung empedu dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya ke atas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi kandung empedu dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
b.      Fisiologi Empedu
      Kandung empedu berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Kandung empedu mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan – lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel - sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

4.      Klasifikasi Kolelitiasis (Lesmana, 2000)
      Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu digolongkan atas 3 (tiga) golongan, yaitu:
a.       Batu kolesterol
      Batu  kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei. Batu Kolesterol terjadi kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah pengosongan cairan empedu di dalam kantong empedu kurang sempurna, masih adanya sisa -sisa cairan empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi pengendapan.

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHqiWDBwoLa3rZHsJtO9SynZvMeJGgQW_3qGf0MHHkNGARWXXTIVsDLKTMD06w771jyiUXZt-x1Vnhi6rjxPVLjy9DdMuie91rLadISLTf9igq0iH4NXr8IGewTLXo_uDSgJoC_yve7YM/s1600/2.jpg

b.      Batu pigmen
      Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu  pigmen terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.
                                   Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1uc1CxulBWcRUrBHKFqTCHPnmF2gcKu6TqdghlMzDx4cfwnLn28w6dkVBHKHJWPDrV7cejMiTdYsaqKD-_OhbKe4-Ucg7pwlQ7yrqa0VnauLWo2Q2T78zGOkZpIKmCnPMism0tgRhGd4/s1600/3.jpg

c.       Batu empedu campuran
      Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (±80%) dan terdiri atas kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.

5.      Faktor Resiko (Lesmana, 2000)
      Semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadi kolelitiasis. Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa di bawah ini, yaitu:
a.       Jenis kelamin
      Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat disbanding dengan pria. Hal ini dikarenakan hormone estrogen berpengaruh terhadap peningkatan eksresi kolesterol kandung empedu. Kehamilan yang meningkatkan kadar kolesterol juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormone (estrogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
b.      Usia
      Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Usia lebih dari 60 tahun lebih cenderung untuk  terkena kolelitiasis.
c.       Berat badan (BMI/ Body Mass Index)
      Orang dengan BMI tinggi lebih berisiko terkena kolelitiasis. Hal ini disebabkan karena kadar kolesterol dalam kandung empedu tinggi.
d.      Makanan
      Intake rendah kalori, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan konkraksi kandung empedu.
e.       Riwayat keluarga
      Orang dengan riwayat keluarga kelelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
f.       Aktivitas fisik
      Kurangnya aktivitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitasis. Hal ini disebabkan karena kandung empedu berkontraksi.

6.      Etiologi (David, 1994)
a.       Peningkatan jumlah kolesterol didalam empedu.
b.      Reseksi ilieum yang luas ( seperti  pada operasi jejunoileum).
c.       Anemi hemolitik (Peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi membentuk batu pigmen murni).
d.      Invasi  bakteri sekunder  dalam  saluran empedu. Tingginya insiden batu kalsium bilirubinat bisa berhubungan dengan invassi bakteri skunder dalam batang saluran empedu yang diinfestasi parasit clonorchis  sinensis atau askaris lumbrikoides, esteria colli membentuk B-Glukoronidase yang dianggap mendekonjugasikan bilirubin didaalam empedu yang menyokong pembentukan kalsium bilirubinat yang tak dapat larut.

7.      Gejala Klinik (David, 1994; Fransisca, 2009)
a.       Nyeri
      Nyeri (60%)  bersifat kolik,  mulai daerah  epigastrium kanan dan menjalar  ke  bahu  kanan. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, maka kandung empedu akan mengalami distensi dan infeksi . Sehingga pasien akan mengalami panas dan teraba massa padat  pada abdomen. Pasien akan dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar kepunggung.
b.      Rasa nyeri diserta dengan rasa mual dan muntah dan bertambah hebat  saat makan makanan dalam porsi besar. Serangan kolik bilier disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersembatnya saluran empedu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah katilago kosta 9-10 kanan.  Nyeri tekan yang mencolok ketika passien melakukan inspirasi dalam dan pengembangan rongga dada  (Murphy sign).
c.       Demam
Demam  timbul  jika  terjadi  keradangan  ( kolesistitis /kolangitis).
d.       Ikterus
      Ikterus obstrksi terjadi bila ada batu yang  menyumbat  saluran empedu  utama (duktus hepatikus/ koledukus). Akibatnya getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan ini akan menimbulkan kulit dan mukosa  berwarna kuning disertai gejala gatal-gatal pada kulit.
e.       Perubahan warna urine dan feses
      Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin akan berwarna sangat gelap. Feses  yang tidak diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan pekat disebut “clay-colored”.
f.       Defisiensi vitamin
      Obstruksi aliran empedu akan mengganggu absorbsi  vitamin ADEK yang larut lemak. Oleh karena itu pasien akan memperlihatkan gejala defisiensi vitamin. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.
8.      Pemeriksaan dan Diagnosis (Brunner, 2001; David, 1994)
a.       Laboratorium.
Pada  ikterus  obstruksi  terjadi :
1)      Peningkatan kadar bilirubin  direk, kolesterol,  alkali  fosfatase,  gamma  glukoronil  trasnferase dalam darah.
2)      Bilirubinuria, peningkatan bilirubin serum menunjukkan kelainan hepatobiliaris. Bilirubin serum dapat meningkat tanpa penyakit hepatobiliaris pada banyak jenis kelainan yang mencakup episode bermakna hemolisis intravaskuler dan sepsis sistemik.
3)      Tinja akolis
b.      USG
Menyatakan kalkuli dan distensi kandung empedu atau duktus empedu.
c.       Foto polos abdomen
      Ditemukan adanya udara /gas di dalam batang saluran empedu atau didalam lumen atau dinding vesika biliaris bersifat abnormal. Adanya massa jaringan lunak yang mengiddentasi duodenum atau fleksura koli dextra menggambarkan vesika biliaris yang terdistensi
d.      Kolesistogram oral
      Pemberian 6 tablet asam yopanoad diberikan peroral pada malam sebelum pemeriksaan dan pasien dipuasakan. Digunakan untuk mengetahui batu empedu atau tumor.

e.       Kolangiografi  intravena
      Untuk memungkinkan visualisasi keseluruhan batang saluran empedu extra hepatik. Tes ini telah tergantikan oleh pemeriksaan yang lebih aman.
f.       CT scan
      Untuk mendeteksi bila batu mengandung kalsium dalam jumlah yang lumayan, menentukan abses intra hepatik, perihepatik, atau trikolesistika. Menentukan duktus intra hepatik yang berdilatasi.
g.      ERCP
      Tes ini melibatkan opasifikasi langsung batang saluran empedu dengan kanulasi endoskopi  ampulla vateri dan suntikan retrograt zat kontras. Didapatkan anatomi duktus biliaris dan pankreatikus .  Visualisassi  mukosa periampulla dan duodenum.
h.      PTC (colangiografi transhepatis perkutis)
      Memungkinkan dekompresi saluran empedu non bedah pada pasien kolingitis akut toksik. Drainase  perkutis dapat digunakan untuk menyiapkan pasien ikterus obstruksi untuk pembedahan dengan menghilangkan ikterusnya dan memperbaiki fungsi hati.
i.        Arteriografi
Evaluasi prabedah passien keganasan saluran empedu.
j.        Biopsi hati
      Digunakan untuk membedakan kolestasis intrahepatik dari  extrahepatik, karena biopsi akan menentukan luas sirosis biliaris skunder.
9.      Penatalaksanaan (Brunner, 2001)
a.       Diet dan penatalaksanaan pendukung
      Dalam kondisi inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah ditunda sampai gejala akut mereda kecuali jika kondisi pasien memburuk. Manajemen terapi :
1)      Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2)      Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi abdomen
3)      Pemberian terapi intravena, infus cairan dan elektrolit, untuk  mencegah terjadinya syok.
4)      Pemberian antibiotik sistemik, vitamin K, analgesik.
b.      Pengambilan batu tanpa pembedahan
1)      Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (monooktanoin atau metil  tertier eter/MTBE)
2)      Selang atau kateter dipasang perkutan langsung ke dalam kandung empedu melalui saluran T tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan saat pembedahan,melalui endoscopy ERCP.
3)      Pengambilan batu non bedah. Digunakan untuk batu yang belum terangkat pada saat kolesistektomi atau terjepit dalam duktus koledukus, melalui prosedur ERCP.


4)      Proseddur ESWL (Extracorporeal  Shock Wave Litrotipsi)
Prosedur non infasif menggunakan gelombang kejut berulang yang diarahkan kepada batu  empedu  didalam kandung empedu atau duktus atau duktus koledukus dengan maksud untuk memecah batu menjadi sejumlah fragmen.
c.       Pengambilan batu dengan pembedahan
      Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk menguragi gejala yang sudah berlangsung lama untuk menghilangkan kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif bila gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bila mana kondisi pasien mengharuskannya. Tindakan operasi  meliputi :
1)      Minikolesistektomi 
      Prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu melalui   luka incisi selebar 4 cm. Kontroversi prosedur  ini  timbul karena ukuran insisi membatasi pajanan semua struktur bilier yang terlibat.
2)      Kolesistektomi
      Prosedur beddah dimana kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligali. Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan ddibiarkan keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus dan getah empedu dalam kassa absorben.

3)      Kolesistektomi laparoscopi (endoscopi)
      Dilakukan lewat luka insisi yang kecil  atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilikus.
4)      Kolesistotomi perkutan
      Dilakukan dalam penaanganan dan penegakan diagnosis pada pasien-pasien yang berisiko jika harus menjalani tindakan pembedahan atau anestesi umum yaitu pasien-pasien penderita sepsis atau gagal jantung yang berat dan gagal ginjal, paru atau hati.

10.  Patofisiologi (David, 1994; Fransisca, 2009)
a.       Peningkatan sekresi empedu dapat terjadi karena kegemukan diit tinggi kalori, atau obat, sehingga meningkatkan aktivitas hidroksimetilglutarit-koenzim A reduktase. Suatu enzim yang menentukan pembentukan kolesterol hati. Gangguan konfersi kolesterol menjdi asam empedu mengakibatkan peningkatan kolesterol litogenik atau asam empedu. Terbentuknya empedu litogenik dari penurunan sekresi garam-garam empedu dan fosfolipid oleh hati setelah terjadi gangguan sintesis  hati. Penurunan aktivitas kolesterol hidroksilase, enzim penentu kecepatan sintesis asam empedu primer. Kelebihan kolesterol empedu dengan assam empedu dan fosfolipid dapat disebabkan oleh hipersekresi kolesterol, hiposekresi  asam empedu atau keduanya. Kejenuhan kolesterol dalam empedu merupakan prasarat pembentukan batu empedu. Penjenuhan empedu oleh kolesterol disebabkan oleh :
1)      Penurunan jumlah asam empedu
2)      Peningkatan konfersi asam folat oleh cadangan  asam deoksikolat disertai  enggantian cadangan asam folat oleh asam deoksilat. Gangguan pertama disebabkan oleh hilangnya asam empedu primerr ddengan cepat dari usus halus ke kolon. Gangguan kedua terjadi dari peningkatan dehidroksilasi asam folat dan peningkatan penyerrapan asam deoksikolat
b.      Gangguan pembentukan vesikel. Kolesterol disekresikan ke dalam empedu seebagai vesikel berlapis unilameral yang tidak stabil dan dirubah dengan asam empedu menjadi agregrat lipid. Selama pembentukan lebih banyak fosfolipid dari pada kolesterol. Hal ini menyebabkan pembentukan vesikel lebih kaya kolesterrol yang menyatu menjadi vesikel besar multilameral tempat terbentuknya  agregasi kolesterol.
c.       Nukleasi kristal kolesterol monohidrat  pada empedu litogenik. Percepatan nukleasi kolesterol nonhidrat dalam empedu dapat diseebabkan peningkatan faktor pronukleasi atau difesiensi faktor antinukleasi. Glikoprotein musin dan nonmusin fosfatidilkolin merupakan faktor pronukleasi dan antinukleassi lain belum lengkap. Nukleassi kristal kolesterol monohidrat dan pertumbuhan kristal berlangsung di dalam lapisan gel musin. Fusi vesikel menyebabkan terbentuknya kristal kolesterrol monohidrat. Pertumbuhan kristal yang terus-menerus berrlangsung melalui nukleassi langsung molekul kolesterol dari vesikel empedu uni/multi lameral yang jenuh
d.      Kolesterol merupakan endapan empedu yang dalam pemeriksaan mikroskopi memperlihatkan kristal lesiti koleterrol, kristal kolesterol monnohidrat, kalsium bilirubinat, dan serat musin atau gel mukosa. Endapan empedu membentuk enddapan bulan sabit di bagian terrbawah kandung empedu. Adanya endapan empedu mencerminkan dua kelainan :
1)      Keseimbangan normal antara sekresi dan eleminasi musin kandung empedu yang mengalami gangguan
2)      Telah terjadi  nukleasi zat-zat terlarut dalam empedu.

11.  Komplikasi (David, 1994)
a.       Kolesistitis akut
b.      Ikterus obstruksi karena batu saluran empedu
c.       Kolangitis
d.      Ilius obstruksi karena batu
e.       Degenerassi keganasan



DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjor. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi 3 Media Aesculapius. FKUI: Jakarta
Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Mendikal Bedah volume 2 edisi 8.  Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Jull.1998. Diagnosa Keperawatan edisi 6. Jakarta: EGC
Dr.Tambayon jan. 2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakata: EGC
Evelyn, Pearce. 2002. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia: Jakarta
Marilynne Doengoes dkk.1999. Rencana Asuhan keperawatan edisi 3.Jakarta: EGC
Nealon F Thomas,William H Nualan.1996. keterampilan pokok ilmu bedah edisi IV. Jakarta: EGC
Price A. Sylvia, lorraine M Wilson.2005. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6, volume 1. Jakarta: EGC
Soeparman.1994. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi 2. Jakarta. FKUI
Sudarmaji, Walid.2007.Hand out KMB 3.Asuhan Keperawatan Batu Empedu. Jakarta: AKPER RSPAD Gatot soebroto
Tucker Martin susan dkk.1998. Standar perawatan pasien volume 2. Jakarta: EGC










Tidak ada komentar:

Posting Komentar